Merauke, berita80.com – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Selatan (DPRPS) menindaklanjuti aspirasi masyarakat suku Awyu, Kabupaten Mappi yang menolak rencana kegiatan Proyek Strategis Nasional PSN di wilayah tersebut.
Kabarnya beberapa perusahaan Tebu seperti PT Global Papua Abadi (GPA) dan PT Murni Nusantara Mandiri (MNM) disebut-sebut bakal beroperasi di daerah iitu
Sekretaris Komisi I DPRP Papua Selatan, Arie Suprapto mengatakan, penolakan terhadap PSN disampaikan langsung masyarakat suku Awyu kepada Komisi I DPRP ketika berkunjung di Kampung Salamepe dan Banamepe, Distrik Edera, Kabupaten Mappi pada Rabu (25/6/2025) lalu.
Dalam aspirasinya, ditambahkan Arie Suprapto, suku Awyu dengan tegas menolak rencana pembukaan lahan untuk perkebunan sawit dan tebu di wilayah mereka. Rencana investasi ini erat kaitannya dengan proyek strategis nasional dari pemerintah pusat.
“Itu fakta yang temukan di lapangan. Alasan masyarakat menolak karena sebelumnya tidak adanya koordinasi, komunikasi dan dialog oleh pemerintah pusat dan perusahaan kepada masyarakat,” beber Arie.
Untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat Awyu – Mappi, kata Arie Suprapto, pihaknya akan mengundang unsur Pemprov Papua Selatan, Pemkab Mappi, pihak perusahaan dan masyarakat guna berdialog dan berdiskusi. Komisi I DPRP juga akan berkoordinasi dengan Satuan Tugas atau Satgas Pangan agar dalam melaksanakan dan mengawal PSN, mereka tidak mengorbankan hak-hak masyarakat pemilik ulayat.
“Kami telah mendapat banyak laporan dan juga aspirasi masyarakat soal PSN. Kami tentu mengawal hal-hal yang menjadi aspirasi masyarakat, karena kami hadir di DPR ini atas dukungan masyarakat,” ujarnya.
Terkait PSN di Provinsi Papua Selatan, rupanya menjadi perhatian serius Komnas HAM RI. Wakil Ketua Bidang Internal dan Komisioner Pengaduan Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan, Komnas HAM menemukan sejumlah persoalan dalam kegiatan PSN di Kabupaten Merauke. Salah satunya soal tidak adanya sosialisasi dan komunikasi yang baik, sehingga adanya penolakan dari masyarakat.
“Salah satu masalah yang selalu disampaikan masyarakat pemilik ulayat adalah mereka tidak tahu menahu, tidak pernah diajak komunikasi atau sosialisasi baik oleh pemerintah maupun investor,” kata Prabianto kepada wartawan di Merauke, pekan lalu. (**)