MERAUKE, Berita80.com – Trimo, Warga Tanah Miring, Merauke tak pernah menyangka menjadi petani jagung. Mulanya, ia hanya sebagai petani padi yang mengontrak lahan milik warga lain dengan cara bagi hasil.
Pendapatan petani padi tak membuatnya bergembira. Sistem bagi hasil 50 persen dengan pemilik lahan membuat dia seakan tak memiliki tabungan.
Sebab, untuk mengelola lahan padi butuh biaya besar. Minimal mempunyai dana awal sebasar Rp10 juta untuk menggarap 1 hektar lahan sawah pasca tanam. Dana sebanyak itu belum termasuk pembelian obat-obatan penghalau hama dan biaya panen. Pengelolaan lahan secara mekanisasi membuatnya mengeluarkan uang cukup banyak untuk penyewaan alat dan mesin pertanian (Alsintan). Jika tanaman padi baik-baik saja, maka akan membawa sedikit keuntungan saat panen. Namun, jika saat apes, lahan di serang hama atau gagal panen maka kerugian yang didapat.
Ia lalu membandingkan pengeluaran dan pemasukan ketika menjadi petani padi. Penghasilan yang di dapat kadang minus. Sebab, harus membagi hasil dengan pemilik lahan.
Trimo sadar jika menjadi petani padi terus menerus, dengan cara bagi hasil maka tidak membuatnya memiliki banyak uang. Ia lalu melirik pertanian jagung. Sejak awal tahun 2023, dirinya memberanikan diri beralih dari petani padi menjadi petani jagung. Sebagai petani jagung, tidak serta merta mulus. Awal menanam jagung di lahan 14 hektar, ia sudah mengalami kerugian. Kerugiannya mencapai Rp5 juta per hektar. Ada sekitar 4-5 hektar tanaman jagung saat itu yang kering akibat kekurangan air. Namun, dirinya tak putus asa, Ia tetap menanam dengan harapan dapat mengembalikan modal akibat kerugian sebelumnya.
“saya salah perkiraan, karena saat itu musim kemarau, sehingga air berkurang, akibatnya sebagian tanaman jagung mati.” ujar Trimo.

Di musim tanam jagung 2024 Trimo terbilang sukses, hasil panennya melimpah bahkan sampai bisa mempekerjakan warga lain. Jagung yang ditanam langsung di ambil ‘bos’ perusahaan peternak ayam untuk di olah menjadi pakan ternak.
“Pembelinya sudah ada. Mereka datang dalangsung ke kebun untuk membeli dengan harga Rp 5.500 per kilo gram. Pembelinya merupakan pemilik ternak ayam di Merauke,” ujarnya.
Trimo merupakan petani mandiri, ia tidak tergabung sebagai anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yang selalu mendapatkan pupuk subsidi dari pemerintah. Ia bahkan membeli pupuk dengan harga diluar subsidi. Ia sadar karena petani jagung bukan menjadi proritas, apalagi di Merauke.
“Kalua kita bicara pertanaian di Merauke itu pasti arahnya pertanian padi, karena lahan pertanian di Merauke itu identik dengan tanaman padi, bukan jagung,” tuturnya menjelaskan.
Trimo tidak merasa iri, jika pemerintah lebih memfokuskan pengembangan pangan, terutama padi di Merauke di bandingkan petani jagung. Sebab, setahu dia, petani padi sejak dulu selalu dibantu oleh pemerintah, baik pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
“Kalau kita bicara pangan hari ini di Merauke, itu berkaitan dengan padi, bukan jagung, sehingga porsi petani jagung di Merauke belum mendapat perhatian serius.” sambung Hariyanto pengurus komunitas petani jagung Merauke.
Hariyanto bilang, Petani jagung di Merauke masih tergolong sedikit, lahan yang dikelola pun masih tergolong minim, baru berkisar 200an hektar. Itu sebab jagung di Merauke bukan menjadi komoditas utama.
“Lahan -lahan ini berada di sejumlah distrik, mulai dari Distrik Semangga, Distrik Tanah Miring, Jagebob dan Sota. Kita juga tahun ini berencana akan memperluas lahan pertanian,” ujar Hariyanto

Perluasan lahan pertanian jagung di Merauke bukan tanpa alasan. Itu dikarenakan kebutuhan pakan ternak dari perusahaan peternak ayam di Merauke terus meningkat.
Arifin penangungjawab PT. Harvest Pulus Papua mengatakan, kebutuhan untuk pakan ternak dalam sebulan mencapai 60 ton. Hanya saja, produksi petani jagung Merauke baru mencapai 10-15 ton perbulan. Sehingga masih kekurangan bahan jagung.
“ untuk menutupi kekurangan ini, kita datangkan jagung dari luar Merauke,” ujarnya.
Arifin berharap, pemerintah mampu mensuport petani jagung Merauke, sebab komoditas ini punya potensi pasar yang bagus.
“Di Merauke saat ini pengusaha ayam petelur semakin banyak, jika petani jagung mendapat porsi yang sama dengan petani padi, maka untuk pakan ternak ayam tidak perlu lagi kita datangkan lagi dari luar Papua,” ujarnya.
Arifin bahkan setuju dengan kebijakan pemerintah pusat baru-baru ini yang melarang inport jagung dari luar negeri.
“Saya pikir dengan kabijakan itu pastinya akan membawa dampak besar bagi perusahaan peternak ayam di Indonesia, termasuk kita yang di daerah. Karena bahan baku kita pastinya akan berkurang, yang menjadi pertanyaan, apakah produksi jagung kita di Indonesia mampu menetupi kebutuhan kita atau tidak? kalau mampu berarti ada dampak ke petani jagung, mereka akan lebih sejahtera.” tuturnya.

Dikutip dari berbagai media nasional, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, Merauke diproyeksikan sebagai salah satu lokasi pengembangan Kawasan Sentra Produksi Pangan di wilayah timur Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional.
Kementerian Pertanian (Kementan) kata Amran, telah menyiapkan program untuk mencapai swasembada pangan tersebut. Pemerintah akan melaksanakan program cetak sawah seluas 1 juta hektare secara bertahap di Kabupaten Merauke. Langkah ini dimulai dengan demplot di Kawasan Sentra Produksi Pangan seluas 20 hektar di Distrik Wanam sebagai model. Perluasan sawah itu dilakukan secara modern. kata dia, membutuhkan alat mesin pertanian seperti traktor, rice transplanter, pompa air, dan combine harvester untuk meningkatkan efisiensi dan hasil panen.
Karena itu, Amran mengatakan pemerintah telah memberikan bantuan alsintan untuk dikelola 214 brigade pangan. Bantuan itu yakni 65 unit traktor roda dua, 113 unit traktor roda empat, 76 unit rice transplanter, 638 unit pompa air, 20 unit combine harvester, dan 90 unit handsprayer. (Redaksi)