MERAUKE, berita80.com – Nelayan di Merauke, Papua Selatan menghadapi berbagai dilema saat akan berlayar, seperti perizinan dan adanya dugaan pungli.
Sejumlah nelayan menilai pengurusan ijin pelayaran yang lambat, pembayaran administasi yang dinilai tak wajar, hingga dugaan pungli ketika dokumen kapal dianggap tak lengkap.
Sejumlah nelayan Merauke saat ditemui media berita80.com membeberkan, kapal -kapal mereka seringkali mendapat hambatan ketika akan berlayar. Dimana, untuk memiliki Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), Surat Persetujuan Belayar (SPB), dan surat Persetujuan Olah Gerak Kapal (SPOGa) butuh waktu lama pasca permononan dan biaya administrasi yang tak wajar.
Salah satu pemilik kapal yang meminta namanya di sembunyikan membeberkan, nelayan Merauke sangat dilema. Bagaiman tidak, untuk memilik perizinan tersebut biaya yang dikeluarkan bisa mencapai Rp5 juta hingga Rp6 juta. Ini belum termasuk pembayar jasa tambat labuh yang tarifnya berdasarkan Groos Tonage (GT).
“Perizinan ini dikeluarkan oleh Syahbandar perikanan.” bebernya.
Belum lagi, kata nelayan tersebut ketika sudah berlayar mereka dihadang oleh petugas beseragam yang memeriksa kelengkapan dokumen kapal. Jika ditemukan salah satu dokumen yang masih dalam proses pengurusan, maka konsekuensinya kapal tidak di ijinkan berlayar. Namun, sebaliknya jika ingin melanjutkan pelayaran maka ada sejumlah uang yang harus dikeluarkan.
Sayangnya, pemilik kapal enggan membeberkan berapa besar uang yang mereka bayar dan enggan membeberkan petugas berseragam tersebut dari instansi mana.
Ketika persolan ini di konfirmasi kepada Kepala Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara Merauke Susanto Masita beberapa waktu lalu. Susanto membantah jika pihaknya memberlakukan praktik pungutan liar (pungli) penarikan administrasi perizinan yang mencapai jutaan rupiah itu.
Susanto menegaskan pengurusan perizinan bagi kapal nelayan itu gratis alias tanpa pungut biaya.
“Pengurusan perizinan itu gratis. Mungkin saja kalau mereka bayar, pengurusannya lewat agen kapal. Ya, tapi kadang pemilik kapal tidak mau pusing atau ribet lalu mereka mengunakan jasa agen kapal, sehingga mungkin saja bisa bayar sebanyak itu karena ada surat-surat lain yang perlu di perpanjang masa berlakukanya. Sebenarnya kita berharap mereka ini datang sendiri untuk mengurus secara online.” tegas Susanto.
Susanto juga bilang, pengurusan perizinan itu tidak memakan waktu berlama-lama seperti yang disangkakan oleh nelayan. Kata dia, jika dokumen kapalnya lengkap malah proses perizinan itu lebih cepat.
“Kusus untuk surat persetujuan belayar itu berlaku 2×24 jam setelah surat tersebut di terbitkan,”ujarnya
Tekait adanya pembiayaan tambat labuh (parkir) di dermaga perikanan, Susanto mengatakan, biaya tambat labuh itu tarifnya berbeda-beda. Tergantung ukuran kapal, jenis kapal dan lamanya waktu tambat.
“Tambat labuh diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 2021. PP ini mengatur jenis dan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).” jelasnya.
Terkait seringnya penangkapan kapal nelayan saat berlayar. Susanto mengatakan itu bukan kewenangan dirinya. Bahkan dia sendiri tidak pernah mendapat laporan soal adanya kapal nelayan yang ditangkap oleh petugas berseragam karena tidak memiliki dokumen kapal.
“Kalau memang ada kapal nelayan yang ditangkap itu berarti dokumennya tidak lengkap atau melewati wilayah teritorial,” ujarnya.(*)