Menolak Proyek Food Estate, Masyarakat Adat Merauke Layangkan Surat Pernyataan ke Presiden

Penyerahan Surat Penyataan Masyarakat Adat Merauke Kepada Ketua Komite II DPD RI dengan harapan surat pernyataan itu sampai ke tangan Presiden

MERAUKE, Berita80.com – Masyarakat adat Merauke, Papua Selatan menolak Program Strategis Nasional (PSN) Food Estate yang tengah dikembangkan di Kabupaten Merauke.

Penolakan itu tertuang dalam surat pernyataan Masyarakat Adat Malind, Makleuw, Yei dan Khimaima yang diberikan kepada Ketua Komite II Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Repoblik Indonesia Badikenita Sitepu di Merauke, Senin (2/12/2024). Surat pernyataan tersebut diharapkan sampai ke tangan Presiden Repoblik Indonesia Prabowo Subianto

Berikut isi surat pernyataan Masyarakat Adat Merauke; Pertama, kebijakan Proyek Strategi Nasionel (PSN) Merauke diterbitkan tanpa ada kesepakatan luas masyarakat berdasarkan prinsip FPIC (Free Prior Informed Consent) yakni persetujuan masyarakat berdasarkan informasi sejak awal proyek dan tanpa ada paksaan, manipulasi dan rayuan, melainkan secara sadar dan bebas.

Kedua, kebijakan dan proyek PSN Merauke diterbitkan tanpa disertai kajian sosial dan lingkungan hidup yang memadai, serta melibatkan masayarakat adat terdampak langsung dan tidak langsung.

Ketiga, pemerintah dan perusahaan Jhonlin Group, serta 10 perusahaan perkebunan tebu dan bioethanol, telah mengoperasikan alat dan sumber daya untuk menggusur kawasan hutan, savana, rawa dan lahan gambut, hingga mengakibatkan terjadinya pengerusakan, penggundulan dan penghilangan kawasan hutan dan lahan, rawa, savana dan lahan gambut, tempat sumber mata pencaharian, sumber pangan, tempat penting dan sakral, dalam jumlah luas lebih dari 10.000 hektar dan dapat mencapai jutaan hektar.

Lalu Keempat, pemberian izin usaha dilakukan secara tertutup dan diduga terjadi praktik kolusi dan nepotisme, tidak adil dan monopoli, hanya menguntungkan kelompok dan orang tertentu. Terjadi pengambilalihan tanah dan hutan adat dalam skala luas hingga dapat melebihi 2 juta hektar.

Kelima, pemerintah nasional, kementerian dan panglima TNI sepemahaman membuat kebijakan, membentuk dan menggunakan aparat militer TNI dalam PSN Merauke, termasuk memfasilitasi proses pengalihan hak atas tanah dan pengamanan proyek cetak sawah baru. Keberadaan dan aktivitas aparat militer telah menimbulkan rasa tidak aman dan tekanan psikis bagi masyarakat di kampung.

”Kami berpandangan dan menilai kebijakan dan proyek PSN Merauke bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan hak asasi manusia, hak masyarakat adat hak petani, hak atas tanah, hutan dan air, hak atas kebebasan berekspresi ; hak atas pembangunan ; hak atas pangan dan gizi ; hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.” ujar juru bicara Forum Masyarakat Adat Kondo – Digoel Simon Petrus Balagaize

Menurut Simon Petrus pengembangan PSN di Merauke dianggap menimbulkan pelanggaran HAM serius, hak hidup Orang Asli Papua dan kerusakan lingkungan hidup.

“Kami meminta kepada pimpinan DPD RI, Ketua Komite II DPD RI dan anggota DPD RI Provinsi Papua Selatan agar mendesak Presiden RI, Kementerian dan Lembaga Negara terkait PSN Merauke untuk menghentikan proyek ini”. tegas Simon Petrus. (ma)

Pos terkait